Sejarah Singkat Perjuangan Indonesia
A.Sejarah Perjuangan Bangsa.

B. Era Sebelum Penjajahan
Sejak tahun 400 Masehi sampai dengan tahun 1617, kerajaan-kerajaan yang ada di Bumi Persada Nusantara adalah kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Kediri, Singasari, Majapahit, Samudera Pasai, Aceh, Demak, Mataram, Goa dan lain-Iainnya, merupakan kerajaan-kerajaan yang terbesar di seluruh Bumi Persada Nusantara. Nilai yang terkandung pada era sebelum penjajahan adalah rakyat yang patuh dan setia kepada rajanya membendung penjajah dan menjunjung tinggi kehormatan dan kedaulatan sebagai bangsa monarchi yang merdeka di bumi Nusantara.
C. Era Selama Penjajahan

D. Era Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan.
mulai dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1949; dimana pada tanggal 8
Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang me!alui
Perjanjian Kalijati. Selama penjajahan Jepang pemuda ¬pemudi Indonesia
dilatih dalam olah kemiliteran dengan tujuan untuk membantu Jepang
memenangkan Perang Asia Timur Raya. Pelatihan tersebut melalui
Seinendan, Heiho, Peta dan lain-lain, sehingga pemuda Indonesia sudah
memiliki bekal kemiliteran. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah
kepada Sekutu disebabkan dibom atomnya kota Hirosima dan Nagasaki.
Kekalahan Jepang kepada Sekutu dan kekosongan kekuasaan yang terjadi di
Indonesia digunakan dengan sebaik-baiknya oleh para pemuda Indonesia
untuk merebut kemerdekaan. Dengan semangat juang yang tidak kenal
menyerah yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
keikhlasan berkorban telah terpatri dalam jiwa para pemuda dan rakyat
Indonesia untuk merebut kemerdekaannya, yang kemudian diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. Setelah merdeka bangsa
Indonesia harus menghadapi Belanda yang ingin menjajah kembali
Indonesia dengan melancarkan aksi militernya pada tahun 1948 (Aksi
Militer Belanda Pertama) dan tahun 1948 (Aksi Militer Belanda Kedua),
dan pemberontakan PKI Madiun yang didalangi oleh Muso dan Amir
Syarifuddin pada tahun 1948. Era merebut dan mempertahankan kemerdekaan
mengandung nilai juang yang paling kaya dan lengkap sebagai titik
kulminasinya adalah pada perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Nilai-nilai
kejuangan yang terkandung dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan
‘adalah sebagai berikut :
1. Nilai kejuangan relegius (iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
2. Nilai kejuangan rela dan ikhlas berkorban.
3. Nilai kejuangan tidak mengenal menyerah.
4. Nilai kejuangan harga diri.
5. Nilai kejuangan percaya diri.
6. Nilai kejuangan pantang mundur.
7. Nilai kejuangan patriotisme.
8. Nilai kejuangan heroisme.
9. Nilai kejuangan rasa senasib dan sepenanggungan.
10. Nilai kejuangan rasa setia kawan.
11. Nilai ke juangan nasionalisme dan cinta tahah air
12. Nilai kejuangan persatuan dan kesatuan.
E. Era Mengisi Kemerdekaan.
Pada awal mengisi kemerdekaan timbul berbagai masalah antara lain timbul
pergantian kabinet sebanyak 27 kali dan terjadinya berbagai
pemberontakan-pemberontakan’i seperti : DIITII, APRA, RMS, Andi Azis,
Kahar Muzakar, PRRI/Permesta, dan lain-lain serta terjadinya berbagai
penyimpangan dalam penyelenggaraan negara sehingga timbul Dekrit
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali pada UUD 1945,
penyimpangan y’ang sangat mendasar adalah mengubah pandangan hidup
bangsa Indonesia Pancasila menjadi ideologi Komunis, yaitu dengan
meletusnya peristiwa G30S/PKI. Peristiwa ini dapat segera ditumpas
berkat perjuangan TNI pada waktu itu bersama-sama rakyat, maka lahir
Orde Baru yaitu kembali kepada tatanan kehidupan yang baru dengan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara mumi dan konsekuen. Selama
Orde Baru pembangunan berjalan lancar, tingkat kehidupan rakyat
perkapita naik, namun penyelenggaraan negara dan rakyat bermental kurang
baik sehingga timbul korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mengakibatkan
krisis keuangan, krisis ekonomi dan krisis moneter serta akhimya terjadi
krisis kepercayaan yang ditandai dengan turunnya Kepemimpinan Nasional,
kondisi tersebut yang menjadi sumber pemicu terjadinya gejolak sosial.
Kondisi demikian ditanggapi oleh mahasiswa dengan aksi-aksi dan tuntutan
“Reformasi”, yang pada hakekatnya reformasi adalah perubahan yang
teratur, terencana, terarah dan tidak merubah/menumbangkan suatu yang
sifatnya mendasar Nilai yang terkandung pada era mengisi kemerdekaan
adalah semangat dan tekad untuk mencerdaskan bangsa, mengentaskan
kemiskinan dan memerangi keterbelakangan, kemandirian, penguasaan IPTEK
serta daya saing yang tinggi berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945
sehingga siap menghadapi abad ke-21 dalam era globalisasi.
Dari uraian tersebut diatas bahwa sejarah perjuangan bangsa memiliki peranan dalam memberikan kontribusi niJai-niiai kejuangan bangsa dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk tetap utuh dan tegaknya NKRI yaitu SATU INDONESIA SATU.
Proses Bangsa Yang Menegara.
Proses bangsa menegara adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang ada di dalamnya merasakan sebagai bagian dari bangsa dan terbentuknya negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa serta dirasakan kepentingannya oleh bangsa itu, sehingga tumbuh kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya Bela Negara. Dalam rangka upaya Bela Negara agar dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya sebagai dorongan/motivasi adanya keinginan untuk sadar Bela Negara sebagai berikut : Bangsa Yang Berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya “Tuhan” disebut Agama; Bangsa Yang Mau Berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan lingkungan, berhubungan sesamanya dan alam sekitarnya disebut Sosial; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Kekuasaan, disebut Politik; Bangsa Yang Mau Hidup Aman Tenteram dan Sejahtera, berhubungan dengan rasa kepedulian dan ketenangan serta kenyamanan hidup dalam negara disebut Pertahanan dan Keamanan.
Pada zaman modern adanya negara lazim_ya dibenarkan oJeh anggapan-anggapan atau pandangan kemanusiaan. Demikian pula halnya menurut bangsa Indonesia, sebagaimana dirumuskan di dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945, adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan, yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan harus dihapuskan. Apabila “dalil” inj kita analisis secara teoritis, maka hidup berkelompok “baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesama manusia (penjajahan) harus berperikemanusiaan dan harus berperikeadilan. Inilah teori pembenaran paling mendasar dari pada bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang kedua yang memerlukan suatu analisa ialah bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, mengapa dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang kadang-kadang dapat saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang negara yang dilandasi oleh pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya, sehingga perlu kita pahami filosofi ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya dengan ideologinya. Namun di dalam penerapannya pada zaman modern, teori yang universal ini didalam kenyataannya tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak bangsa yang menuntut wilayah yang sama, demikian pula halnya banyak pemerintahan yang menuntut bangsa yang sama. Orang kemudian beranggapan bahwa pengakuan dari bangsa lain, memerlukan mekanisme yang memungkinkan hal tersebut adalah lazim disebut proklamasi kemerdekaan suatu negara.
Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi pula perdebatan di dalam PPKI, baik didalam membahas wilayah negara maupun di dalam merumuskan Pembukaan UUD 1945 yang sebenarnya direncanakan sebagai naskah Proklamasi. Oleh karena itu merupakan suatu kenyataan pula bahwa tidak satupun warga negara Indonesia yang tidak menganggap bahwa terjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada waktu Proklamasi 17 Agustus 1945, sekalipun ada pihak-pihak terutama luar negeri yang beranggapan berbeda dengan dalih teori yang universal
1. Nilai kejuangan relegius (iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
2. Nilai kejuangan rela dan ikhlas berkorban.
3. Nilai kejuangan tidak mengenal menyerah.
4. Nilai kejuangan harga diri.
5. Nilai kejuangan percaya diri.
6. Nilai kejuangan pantang mundur.
7. Nilai kejuangan patriotisme.
8. Nilai kejuangan heroisme.
9. Nilai kejuangan rasa senasib dan sepenanggungan.
10. Nilai kejuangan rasa setia kawan.
11. Nilai ke juangan nasionalisme dan cinta tahah air
12. Nilai kejuangan persatuan dan kesatuan.

Dari uraian tersebut diatas bahwa sejarah perjuangan bangsa memiliki peranan dalam memberikan kontribusi niJai-niiai kejuangan bangsa dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk tetap utuh dan tegaknya NKRI yaitu SATU INDONESIA SATU.
Proses Bangsa Yang Menegara.
Proses bangsa menegara adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang ada di dalamnya merasakan sebagai bagian dari bangsa dan terbentuknya negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa serta dirasakan kepentingannya oleh bangsa itu, sehingga tumbuh kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya Bela Negara. Dalam rangka upaya Bela Negara agar dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya sebagai dorongan/motivasi adanya keinginan untuk sadar Bela Negara sebagai berikut : Bangsa Yang Berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya “Tuhan” disebut Agama; Bangsa Yang Mau Berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan lingkungan, berhubungan sesamanya dan alam sekitarnya disebut Sosial; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Kekuasaan, disebut Politik; Bangsa Yang Mau Hidup Aman Tenteram dan Sejahtera, berhubungan dengan rasa kepedulian dan ketenangan serta kenyamanan hidup dalam negara disebut Pertahanan dan Keamanan.
Pada zaman modern adanya negara lazim_ya dibenarkan oJeh anggapan-anggapan atau pandangan kemanusiaan. Demikian pula halnya menurut bangsa Indonesia, sebagaimana dirumuskan di dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945, adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan, yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan harus dihapuskan. Apabila “dalil” inj kita analisis secara teoritis, maka hidup berkelompok “baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesama manusia (penjajahan) harus berperikemanusiaan dan harus berperikeadilan. Inilah teori pembenaran paling mendasar dari pada bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang kedua yang memerlukan suatu analisa ialah bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, mengapa dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang kadang-kadang dapat saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang negara yang dilandasi oleh pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya, sehingga perlu kita pahami filosofi ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya dengan ideologinya. Namun di dalam penerapannya pada zaman modern, teori yang universal ini didalam kenyataannya tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak bangsa yang menuntut wilayah yang sama, demikian pula halnya banyak pemerintahan yang menuntut bangsa yang sama. Orang kemudian beranggapan bahwa pengakuan dari bangsa lain, memerlukan mekanisme yang memungkinkan hal tersebut adalah lazim disebut proklamasi kemerdekaan suatu negara.
Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi pula perdebatan di dalam PPKI, baik didalam membahas wilayah negara maupun di dalam merumuskan Pembukaan UUD 1945 yang sebenarnya direncanakan sebagai naskah Proklamasi. Oleh karena itu merupakan suatu kenyataan pula bahwa tidak satupun warga negara Indonesia yang tidak menganggap bahwa terjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada waktu Proklamasi 17 Agustus 1945, sekalipun ada pihak-pihak terutama luar negeri yang beranggapan berbeda dengan dalih teori yang universal

Orang
bugis memiliki berbagai ciri yang sangat menarik. Mereka adalah contoh
yang jarang terdapat di wilayah nusantara. Mereka mampu mendirikan
kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh India. Dan
tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitas mereka.
Selanjutnya sejak abad ke 17 Masehi, Setelah menganut agama islam
Orang bugis bersama orang aceh dan minang kabau dari Sumatra, Orang
melayu di Sumatra, Dayak di Kalimantan, Orang Sunda dijawa Barat,
Madura di jawa timur dicap sebagai Orang nusantara yang paling kuat
identitas Keislamannya.

Kehidupan sehari-hari orang bugis pada hamper seluruh millennium
pertama masehi mungkin tidak terlalu jauh berbeda dengan cara hidup
orang toraja pada permulaan abad ke 20. mereka hidup bertebaran dalam
berbagai kelompok di sepanjang tepi sungai, dipinggirin danau, di
pinggiran pantai dan tinggal dalam rumah-rumah panggung. Sebagai
pelengkap beras dan tumbuhan lading lain. Merekapun menangkap ikan dan
mengumpulkan kerang. Orang bugis dikenal sebagai pelauk ulung dengan
menggunakan Phinisi mereka mengarungi samudra dengan gagah beraninya
disamping itu pula orang bugis sangat pandai dalam bertani dan
berladang. Bertenun kain adalah salah satu keterampilan nenek moyang
orang bugis.
Gambaran tentang tokoh-tokoh dalam La galigo dapat diperoleh dengan
melihat pakaian yang dikenakan Pengantin Bangsawan tinggi masa itu, yang
selalu meniru-niru adapt kebiasaan masa lalu pria dan wanita
mengenakan sarung hingga mata kaki (sampu’ ,yang dinamakan unrai bagi
perempuan), menyerupai awi’ yang kini digunakan pengantin laki-laki.
Pada perempuan sarung tersebut dililit dengan sebuah ikat pinggan
logam. Sedangkan pada pria, sarung di lilit dengan sabuk tenunan dan
diselipkan sebuah senjata tajam atau badik (gajang)
Baik para bangsawan dan rakyat biasa tinggal dirumah panggung, namun
istana (langkana atau sao kuta bagi dewa-dewa) sama dengan rumah biasa,
namun ukuranya lebih besar dengan panjang sekurang-kurang nya 12 Tiang
dan lebar 9 Tiang. Rumah tersebut memiliki tanda khusus untuk
menunjukkan derajat penghuninya.
Tarian
yang sering digunakan untuk menjamu tamu kadang-kadang menarikan tari
“maluku” (sere maloku) . namun tidak disebutkan adanya pembacaan naskah
secara berirama (ma’sure’selleng) yang sangat popular dilakukan pada
acara-acara seperti itu di lingkungan bangsawan hingga abad ke 20.